Tidurlah teman, tidur nyenyak setelah berhari-hari
kau arungi lautan hidup penuh derita. Aku ada di sisi menemanimu hingga kau
terjaga pagi nanti. Membuatkan segelas susu dan setangkup roti panggang.
Bukankah itu yang kau inginkan agar cepat berganti hari, agar cepat kau lupakan
masalahmu.
“Hidupku
hilang separuh arti. Ada separuh lagi berisi namun hambar. Aku tak sanggup
mengingkari kenyataan namun aku pun tak kuat menjalaninya” kalimatnya selalu
begitu, berbelit-belit, aku harus mencerna satu per satu.
Perempuan
itu bernama Masayu, selalu datang di sela-sela kesibukan kerjanya sebagai account advisor. Dia selalu menepati janji pertemuan denganku untuk
menyembuhkan lukanya seperti dia telah berjanji dengan seorang kliennya. Pertama
mengenal memang dia tampak sempurna, cantik, elegan dan cerdas. Masayu orang
yang gigih mempertahankan pendapatnya, tak senang jika ceritanya disela, maka
kubiarkan saja dia bercerita apa saja, tentu tentang kehidupan cintanya yang bak kapal karam.
Namun
setelah aku mendengarkan cerita-ceritanya, caranya menuturkan cerita tersebut, melihatnya lebih sering menangis,
aku menilai Masayu bukan orang
sempurna. Dia
butuh sandaran, sayangnya tak ada satupun teman di
sampingnya, kedua orang tuanya telah tiada saat dia masih kecil,
saudara-saudaranya pergi dengan urusan masing-masing. Masayu dibesarkan dalam
lingkungan modern cenderung ke budaya barat yang membebaskan salah satu
keluarganya menentukan pilihan sendiri sejak menginjak usia 18 tahun. Itulah
yang sangat disayangkan dengan kehidupan Masayu, sangat hambar dan tak paham
apa arti sebuah keluarga. Tempat seseorang bisa berkeluh kesah dengan bebas,
tempat seseorang tertawa tanpa aturan mengikat.
***
“Kau
tahu apa yang membuatku tak paham
apa itu keluarga? Saat aku berulang tahun ke 13 dan mendapatkan menstruasi
pertama, saat aku tak tahu bagaimana menggunakan pembalut wanita, saat aku tak
tahu apa itu cinta pertama, apa itu pacaran, saat aku bertanya itu semua kepada
kakak-kakakku, mereka bukannya
menjawab, malah mengata-ngataiku anak goblok
yang tak tahu apa-apa” ujarnya suatu siang di sebuah restoran Jepang.
Kami
bertemu di sana karena Masayu kebetulan baru saja bertemu kliennya di café
sebelah dan memutuskan bertemu di restoran Jepang ini sambil makan siang. Lebih
dekat alasannya. Aku langsung menuju
ke sana,
menunggu sekitar lima belas menit sebelum dia datang dengan balutan blazer
abu-abu dan rok pant selutut. Rambut dia biarkan tergerai bergelombang, lengannya dihiasi tas
Armani yang terkenal mahal. Perfecto.
“Bukankah
dengan tidak tahu apa-apa aku wajib bertanya agar tahu?” Kalimat retorik.
Masayu selalu begitu, selalu mempertanyakan hal yang tak pernah ku jawab ya
atau tidak, biarlah dia menemukan jawaban itu sembari dia bercerita, karena memang
selalu begitu.
“Kemudian
Hanif, seorang lelaki sempurna datang dari langit, memberi secuil hatinya. Dia
memujaku dan aku pun begitu. Kami
tergila-gila dan saling mencintai. Aku bangga pernah menjadi cintanya.” Matanya
menerawang seolah membayangkan kisah cinta mereka yang bersemi indah.
“Lalu
kenapa kalian berpisah?” tanyaku.
“Karena
Hanif mulai tahu, aku tak punya siapa-siapa jauh dari kesempurnaan. Percuma
Gan, aku menutup diriku dengan baju-baju mahal bermerk, dengan polesan make-up
tebal, kalau akhirnya kekasih yang paling aku cinta tahu hatiku hanya sebelah,
hatiku tak pernah utuh untuknya.”
“Kau
selingkuh?”
“Kau
menuduhku selingkuh sama seperti Hanif. Padahal semakin aku mencintai Hanif aku
tak berani bertingkah macam-macam. Hanya hatiku ini…. Hatiku yang sudah semula
tak pernah utuh sejak kecil, karena kurang kasih sayang membuat aku egois, tak
mau mengalah dan….”
Masayu
terisak tak kuat melanjutkan ceritanya. Ya, aku mulai mengerti mengapa Hanif meninggalkan Masayu. Separuh hati Masayu terisi oleh
dirinya sendiri.
“Aku
terlalu mencintai hidupku, dari dulu sejak aku mulai tahu aku harus sendiri, lebih
mengandalkan diriku sendiri, berdikari, bangga dengan apa yang kuhasilkan, aku
tak pernah berpikir orang lain akan bangga denganku, karena aku
meraihnya untuk diriku sendiri. Aku…. Egois kan Gan?” lanjutnya.
“Apakah
kapasitas cintamu pada Hanif yang separuh itu harus berbagi dengan cinta pada
hidupmu sendiri?”
“Ya,
kau percaya kan cinta pertama akan selalu abadi, maka aku memutuskan cinta
pertamaku adalah hidupku sendiri,
aku ada karena sesuatu yang kumiliki hanya diriku ini”
Sungguh
aneh apa yang dialami Masayu. Perempuan dengan sejuta pesona, bahkan aku yang
terpesona dengan kecantikannya harus melawan dirinya sendiri. Masayu mengalami Narcissistic Personality Disorder (NPD),
terlalu mencintai dirinya sendiri dan tak pernah memikirkan perasaan orang lain
karena hanya dia sendiri yang dia pikirkan. Begitulah, aku pun bahkan belum
tahu obat apa untuk menyembuhkan penyakit narsis tersebut. Biasanya narsis-narsis
jaman sekarang hanya sebatas senang di foto lalu foto-fotonya banyak terpampang
di situs jejaring sosial seperti facebook, twitter, atau yang lainnya. Narsis
yang di derita Masayu terlalu akut menurutku.
“Bicaralah
Gan, Aku bosan melihat kau melahap mie ramen dengan enaknya” Tegur Masayu yang
melihatku asyik menikmati semangkuk mie ramen. Gantian dia yang meraih sepiring tempura
yang mulai mendingin.
“Bicara
apa? Bukankah kau minta aku hanya mendengarkan ceritamu.” Ujarku. Selama makan tadi aku juga berpikir tentang penyakit
yang diderita Masayu. Sebenarnya bukan penyakit hanya sindrom.
“Aku
butuh saranmu sekarang, apa yang harus aku lakukan agar bisa bebas bernafas.
Tiap malam nafasku sering sesak, terisak-isak lalu menangis. Ah…. Kenapa aku
jadi perempuan cengeng seperti ini?” keluhnya.
“Kau
perlu liburan, dua atau tiga hari”
“Libur?
Kau pikir aku pejabat DPR yang seenaknya aja bisa liburan kemanapun aku mau…
aku punya tanggung jawab terhadap klien-klienku. Bagaimana mereka menjalani keuangan mereka tanpa
bantuanku?” Masayu sedikit
protes dengan usul yang kuutarakan itu.
“Bagaimana
kamu jadi penasehat keuangan kalau hati kamu sendiri belum stabil. Hati kamu
juga butuh bantuan, bukan keuangan mereka saja yang kamu tangani namun hatimu
juga.” Kupertahankan argumen sehingga membuat dia berpikir sejenak.
“Ya,
mungkin benar, aku akan ambil cuti ke Bali. Kau ikut kan?”
cetusnya.
“Heh?”
Aku justru kaget dengan keinginannya itu.
“Ayolah
dokter Gani, kubayar kamu mahal untuk menemani aku, memberiku saran terbaikmu.”
“Kalau
kau butuh teman, kau tak perlu membayar aku mahal dengan uangmu.” Aku
tersinggung dengan ucapannya itu. Seorang teman tak bisa dibayar dengan apapun
juga, aku menjadi kasihan dengan Masayu. Hanya demi seorang teman dia rela
membayar mahal datang ke klinikku dan menjadikan aku teman curhatnya bukan
antara klien dan psikiater yang membutuhkan saran sesaat.
“Dokter
Gani!” tegurnya melihatku malah melamun.
“Ya,
aku akan ke Bali denganmu, mungkin kamu butuh teman curhat di sana. Tapi jangan
panggil aku Dokter oke?” ujarku.
“Kenapa?”
“Kalau
kau panggil aku dokter, kau harus membayar aku. Tapi aku tidak butuh dibayar.
Aku menemanimu sebagai seorang teman.” Kukembangkan senyumku, namun dia tak
menanggapinya hanya berkata lirih namun tegas.
“Nanti
aku pesan tiket, besok kita berangkat pagi.” Pertemuan kami sudahi, Masayu
harus bertemu kliennya yang lain dan aku harus kembali ke klinikku kembali
bekerja.
***
Masayu
dengan kecantikannya telah memberangus seluruh hati, dia sempat menawarkan diri
agar aku masuk ke dalam ruang hatinya. Sayangnya, aku menolak. Aku seorang
profesional, bertaruh dengan nama baik memang sangat begitu penting, beruntung
dia mau mengerti. Maka ketika keesokan harinya Masayu meneleponku membatalkan
acara liburan di Bali aku tidak terkejut. Dia lebih memilih cuti dua minggu
dari pekerjaan mencoba mencari jawaban mengapa dia lebih mencintai dirinya.
Beberapa
hari kami tak sempat bertemu, Masayu bahkan belum menghubungiku sejak saat itu.
Aku menyibukkan diri dengan beberapa klien yang bermasalah dengan perkawinan
mereka. Sebenarnya aku merindukan kehadiran Masayu, seorang wanita mandiri dan
cantik.
Tiba-tiba
saja, handphone yang kuletakkan di samping buku kerja berbunyi nyaring. Masayu,
namanya tertera dilayar berpendar menjerit minta jawaban. Aku segera
mengangkatnya.
“Gani,
bisakah kau datang ke apartemenku sekarang, aku butuh teman. Sekarang.”
Suaranya lirih seperti biasa namun tanpa semangat. Ada yang aneh dengan
dirinya, perasaanku juga sedikit tak enak, negative
thinking.
Tanpa
pikir panjang aku segera menuju ke apartemen yang letaknya tak jauh dari pusat
kota, 20 menit perjalanan dari kantorku. Aku ingin mengetahui keadaannya
setelah beberapa hari lepas kontak. Bukankah dia masih klienku?
***
Masayu
masih seperti kemarin-kemarin. Masih ada
sisa penderitaan di binar matanya. Aku seperti mendengar dia menjerit dalam
hati, mencari bantuan agar bisa terangkat dari jurang curam yang membuat dia
seperti gadis pesakitan. Aku miris melihat Masayu hanya menyandarkan kepalanya
di bahuku. Tanpa berucap. Disekeliling tempat tidurnya sudah dipenuhi sampah
kaleng soft drink dan bekas bungkus camilan.
“Gan,
aku lelah dengan hidupku sendiri?” ujarnya gagu dengan isak tangis yang
tertahan.
“Mengapa
harus letih? Kau tidak sendiri kan?”
“Mengapa
Gan? Itulah yang jadi pertanyaanku setiap malam. Aku merasa diriku sendiri tak
punya makna apa-apa. Aku menemukan diriku kosong tak berarti, haruskah aku
mencari teman Gan?”
“Teman
sejati memang ada dalam diri kita sediri, namun yang paling sejati adalah
ketika kita menemukan seseorang yang menjadi muara suka duka kita.” Kataku.
Sudah
terlalu lama Masayu mengarungi hidup sendirian, sampai dia mengandalkan diri
sendiri untuk merasa paling pantas berada dalam dunia ini. Kecantikannya,
kecerdasannya dan ketakutannya akan sepi membuat dia sedikit merasa unggul di
banding yang lain. Bahkan setelah malam itu, Masayu tak pernah menyadari ada
aku yang berada di sampingnya, mendengar keluh kesahnya. Masayu sudah berada
dalam dunianya sendiri.
Tidurlah
Masayu, ada bahu yang selalu siap menampung beban hatimu, menampung air mata
kesendirianmu. Kau bahkan tak perlu takut membuka mata menikmati kesendirianmu.
Kau harus menjadi dirimu sendiri dengan seorang teman di sampingmu yaitu aku.
Yogya, 9 Januari 2012
narsis di poto2 emg masih emnding daripada kena Narcissistic Personality Disorder . Bagus, tingkatkan sist, :D
ReplyDeleteLike this
ReplyDeletebanyak ya, sekarang ini penyakit narsis-narsisan