Wednesday, 31 October 2012

Manusia Bertanya, Tuhanlah yang Menjawab


Taman. Kolam ikan dengan air mancur. Kursi-kursi yang dipenuhi manusia-manusia bahagia. Pedagang kopi keliling sibuk melayani pembeli dengan ramah. Anjing piaraan ber guk-guk ria me-nginthil majikannya, berlarian. Manusia-manusia bahagia tersebut nampaknya tak sadar salah satu mereka yaitu aku, sedang tidak bahagia. Mereka seolah membutakan mata tak melihat aku menangis dan berteriak minta pertolongan. Mereka tak memahamiku sebagaimana mereka sebagai manusia. Mereka menganggap aku lebih buruk dari anjing piaraan mereka. Mereka. Ya mereka itu manusia bahagia namun tak bisa membahagiakan orang sekitarnya.
Kadang aku bertemu dengan barisan pertanyaan. Sedang apa, sedang dimana, sedang bagaimana, mengapa ini, mengapa itu, mengapa aku harus aku, mengapa semua manusia punya hati untuk merasa, punya pikiran untuk berlogika. Barisan pertanyaan itu hijrah dari satu manusia ke manusia lainnya, mereka nyinyir mempertanyakan bagaimana hidup itu harus ada.
Layaknya bulan dan bintang yang bersatu menerangi malam untuk bumi, manusia juga begitu, mereka bersatu padu menerangi manusia lain yang kegelapan. Namun dua hal tersebut menjadi berbeda karena kesetiaan. Bulan dan bintang adalah bentuk loyalitas tertinggi untuk bumi, sedangkan manusia hanya bersikap ketika ada sentilan dari jari tangan Tuhan.
Saat manusia hilang, dan tak pernah kembali ke dunia. Itulah pertanda manusia dalam perjalanan ke keabadian. Dan saat manusia hadir kembali melalui mimpi itu bukanlah reinkarnasi tapi hanya bayangan sesaat yang mengingatkan bahwa manusia tersebut pernah hidup didunia entah tahun keberapa.
Misteri. Kadang kita sering bertanya-tanya. Adakah yang lebih hebat dari rahasia Tuhan. Rahasia rahasia itu kadang kita ketahui terlambat, bukan. Bukan terlambat. Kita saja yang tak pernah menyadari Tuhan sudah memberikan banyak pertanda apapun wujudnya. Begitu juga kematian manusia. Semua adalah misteri yang megah untuk bisa ditebak manusia.
Manusia dan Tuhan berada dalam jalur vertical, ketika kita membutuhkan Tuhan maka yang ada adalah tangan kita menengadah ke atas. Seolah meminta pada langit yang menjadi perwakilan Tuhan di atas sana. Hei manusia, tidakkah kau sadar Tuhan itu lebih dekat dari urat nadi kita? Ketika kita berjalan, maka Tuhan akan menghampiri kita dengan berlari. Ketika kita berlari seribu langkah maka Tuhan akan berlari 10.000 langkah.
Memaknai Tuhan seperti kita mempercayai ajaranNya. Tuhan manusia bermacam-macam, namun kita perlu percaya satu ajaran yang membuat kita selalu ingat dengan pencipta kita. Itulah mengapa manusia membutuhkan perenungan dalam jalan hidupnya, mencoba mengenali siapa dirinya, menanyai apa tujuan kita hidup di dunia dan untuk apa kita harus selalu mengingat Tuhan.
Manusia yang baik adalah yang selalu menyertakan nama Tuhan dalam setiap gerak langkahnya. Kita tak akan pernah tahu kapan kita jatuh kebawah terantuk batu, menangis darah. Namun yang perlu kita lakukan adalah selalu ingat. Bukan melupakan apapun yang terjadi pada diri kita selama ini.

No comments:

Post a Comment